Prolog
Kenneth Steall terjaga begitu saja malam itu. Atau lebih tepatnya pagi itu. Kamarnya yang kecil, gelap dan penuh sesak oleh benda-benda favoritnya. Ia melirik jam weker menyala-dalam-gelap yang tergeletak di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Jam dua pagi. Memaki dalam hati, ia keluar dari kamarnya, menuju lorong gelap dan sempit yang menghubungkan antara ruang tamu dan dapur.
Ia masuk ke dapur, untuk mengambil air minum. Terhenti sejenak melihat ayahnya duduk di hadapan dua botol kosong dengan label lusuh bermerk bir murahan. Ia dapat mendengar ayahnya menggumamkan sesuatu dalam tidurnya. Ken Cuma menggeleng dan meraih cangkir hijau favoritnya dan mengisinya penuh-penuh dengan air dari dalam kulkas butut di sudut dapur.
Ken berjalan menuju pintu lain di ujung lorong. Membukanya pelan. Kamar itu tidak terlalu sesak. Sebuah tempat tidur kecil berada di salah satu sudut ruangan. Di sana, seorang gadis berusia enam tahun tertidur nyenyak dengan sebuah boneka teddy bear coklat di sebelahnya. Gadis itu bernama Angel. Ken menatapnya lebih dekat lagi, mengamati rambut pirang lusuh panjang dan lurusnya yang halus. Tersenyum sejenak, Ken beranjak keluar dari kamar itu.
Ken kembali masuk ke kamarnya, meletakkan cangkirnya di atas meja belajarnya yang berantakan. Ia duduk sejenak di atas tempat tidur, menyadari dirinya sudah terlanjur bangun dan tidak bisa tidur lagi. Beberapa saat ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Akhirnya ia ingat tugas proyek biologi-nya yang masih terlantar di pojok ruangan. Ken merogoh-rogoh tas ranselnya dan mengeluarkan pena dan buku catatan kecil, kemudian menarik keluar laptop-nya, satu-satunya benda mahal yang ada di kamar itu. Atau mungkin di seluruh rumah. Atau bahkan benda paling mahal yang pernah dimiliki Ken seumur hidup.
Ia menguap, membaca ulang latar belakang makalah yang telah ditulisnya. Dalam hati menggerutu, bagaimana ia bisa menulis sesuatu yang membosankan seperti ini. Ia kembali melirik alarm di atas meja kecilnya, melihat bahwa waktu menunjukkan pukul empat pagi.
Merasa bosan, Ken membuka halaman baru di word processor laptop-nya dan mulai menulis sesuatu.
***
Lumina Steall melirik suaminya yang terlelap di dapur. Menggeleng, wanita cantik itu melepas mantelnya dan menggantungkannya di gantungan dekat lorong. Ia baru akan melepas sepatu hak tinggi merahnya saat ia melihat pintu kamar anaknya, Ken, mengayun terbuka.
Ken berdiri disana. Dengan baju kaus lusuh bergambar pohon palem dan celana training hitam yang warnanya sudah tak jelas. Dari wajahnya, Lumina tahu Ken belum tidur atau sudah terbangun untuk waktu yang lama.
“Ken ? Kau belum tidur ?” tanya Lumina dengan nada dingin. Dia tidak mengharapkan anaknya bangun jam empat pagi seperti ini. Ken melangkah keluar dari kamarnya, membawa cangkir kosong menuju dapur. Lumina mengikutinya menuju dapur.
“Ken, kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Lumina. Ia menatap anak ini dengan tatapan dingin.
Ken mendongak, menatap Lumina dengan pandangan dingin.
“Aku terbangun,” jawab Ken dengan nada yang tak kalah dingin. Tanpa berkata apa-apa ia berjalan melintasi ibunya kembali masuk ke kamar.
***
Ken Steall tak pernah menyukai rumahnya. Bukan apa-apa, dia hanya tidak bisa membuat dirinya menyukai tempat sempit di kawasan kumuh itu. Oh, yeah. Bagaimana ia bisa menyukai rumah itu jika dia sendiri bahkan tak mampu menyukai orang tuanya ?
Ayahnya pemabuk dan ibunya tak pernah memiliki pekerjaan yang jelas. Lumina hanya akan pergi pagi-pagi buta dan kembali pada pagi buta juga di hari berikutnya. Kemudian dia akan tidur seharian dan baru bangun pada malam hari untuk menenggak sebotol Sherry di meja dapur, sementara ayahnya akan duduk di depan TV, dengan sebotol bir murahan dan pop corn, menonton siaran olahraga tanpa minat. Ken tahu ayahnya tidak menonton acara itu, pria itu Cuma tidak ingin berada di ruangan yang sama dengan istrinya.
Ken sendiri adalah seorang anak empat-belas-tahun-menjelang-lima-belas-tahun berbadan kurus, rambut pirang lusuh berantakan tak terurus. Dengan baju lusuh, celana jeans yang terlalu sering di cuci dengan ukuran dua nomor lebih besar yang seharusnya. Sneakernya yang dulu berwarna hitam dan putih kini berwarna hijau butek dan kelabu. Ranselnya sudah bulukan. Secara singkat, dia bukan orang yang akan kau lirik dua kali saat berada di jalan.
Tapi dia memiliki beberapa hal baik dalam penampilannya. Sebut saja mata hijau-nya yang luar biasa itu, dan wajahnya yang lumayan tampan ( andaikan tidak di tutupi dengan debu-debu dan andaikan dia mau membersihkannya sedikit saja… ). Dia cukup tinggi untuk anak seusianya.
Anggota terakhir apartemen lusuh di sudut kota yang di sebut Ken sebagai rumah adalah Angel Steall. Gadis kecil manis yang amat di sayanginya. Satu-satunya hal yang membuatnya kembali kerumah itu.
Seandainya saja ia punya keluarga yang lebih baik…
***
Minggu, 05 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ga tau mau bilang ap,,
BalasHapuskalau jujur takut tersinggung,,
kalau bohong takut berdosa,,
wkwkwkwk...
bercanda kak!!!
meru_