Senin, 29 Maret 2010

Because We’re so Far Away from Each Other

Prajurit Kall Eric melangkah keluar dari tendanya, menyandang senjatanya dan menenteng helm di tangan kiri. Tangan lainnya memegang sebuah surat yang baru saja di tulisnya. Kini ia tinggal mengirimkan surat itu.

---

Dear Anne,

Bagaimana kabarmu ? Kuharap kau dan semua penduduk kota sehat-sehat saja. Saat ini kami tengah beristirahat di sebuah tempat di tengah Distrik 45. Lucu sebenarnya, kenapa kami harus menyerang distrik dan merebut distrik ini ? Kami hanya menemukan sepeleton tentara kurus kurang gizi, sedikit amunisi, dan sebuah gedung markas bobrok. Bahan makanan ? Jangan tanya.

Maaf, sudah lama sekali aku tidak mengirimimu surat, tapi kau tahu kan, bagaimana situasi saat ini. Pasukan tempatku berada tak henti-hentinya melakukan penyerangan terhadap distrik-distrik penting. Tapi aku tak mau bicara mengenai hal itu di suratku. Aku tidak ingin membuatmu cemas.

Aku tidak ingin membuatmu cemas, tapi aku baik-baik saja. Sempat terserempet peluru, tapi lukanya tidak parah. Kini aku sudah bisa menggunakan kaki kiriku dengan normal.

Akhir-akhir ini teman-temanku tampak mulai kelelahan. Sersan Kennedy menjanjikan liburan saat kami berhasil meduduki distrik utama. Aku janji, saat perang usai, aku akan kembali ke kota. Kau tahu, aku rindu semua suasana di kota itu.

Ngomong-ngomong, bagaimana kabar keluargamu ? Aku merindukan suasana cafe keluargamu, duduk di counter sambil minum kopi racikan ibumu sementara aku mengobrol dengan ayah dan adik laki-lakimu. Rasanya aneh kalau aku justru merindukan saat-saat yang remeh temeh seperti itu.

Tak usah khawatir, Anne, aku baik-baik saja di sini. Aku akan kembali.

Sampaikan salamku pada semuanya.

Salam hangat,

Private Kall Eric.

---

Anne Hayes memandang keluar dari jendela cafe keluarganya. Tatapan matanya mengikuti setiap orang yang melintasi jendela. Ia terlonjak saat menatap satu sosok yang di tunggunya. Tukang pos.

Membawakan surat dari Kall.

Ia tersenyum saat membaca surat itu. Dengan cepat, ia menuliskan jawabanya.

---

Dear Kall,

Aku senang sekali menerima suratmu. Aku baik-baik saja. Begitu juga dengan ayah, ibu dan Sam. Kami menunggu kepulanganmu.

Mengenai luka di kaki kirimu, aku senang mengetahui luka itu sudah sembuh. Kenapa kau tidak mengatakannya sebelumnya ? Aku kaget saat membaca kau terluka, tapi syukurlah kau tidak apa-apa. Kau tahu akhir- akhir ini aku bermimpi buruk, dan kuharap kau tidak tertimpa sesuatu yang buruk di sana. Demi Tuhan, Kall, kumohon jaga dirimu.

Aku juga senang saat kau mengatakan Sersan Kennedy akan memberi kalian libur. Kau tahu, kau memang layak mendapatkannya.

Mengenai keadaan di sini, semua baik-baik saja. Ayah hanya membentak dua orang sepanjang minggu ini karena menggodaku, lalu ibu berhasil meledakkan kompor dan Sam... well, aku menangkap basah dirinya sedang asyik membuat puisi cinta untuk Mary Heart, kau tahu, gadis pemilik toko bunga di Freddie Street.

Cafe kami semakin ramai. Beberapa prajurit juga ada, dipulangkan karena cedera parah. Aku mengenal seorang prajurit yang kehilangan kaki kanannya. Aku bertanya apa ia mengenalmu, tapi sepertinya tidak.

Aku memaksanya menceritakan seperti apa di medan perang itu, dan ceritanya membuatku merinding. Rasanya sulit membayangkan kau berada di tempat yang begitu berbahaya. Aku berharap kau Cuma pergi liburan ke sebuah negara yang penuh sinar matahari hangat tapi pikiran mengerikan terus menghantuiku.

Aku mencemaskanmu.

Pastikan kau pulang dengan selamat.

Aku tidak mau mengunjungi makammu di pekuburan khusus bertahun-tahun kelak.

Jaga kondisimu.

Sampaikan salamku pada teman-temanmu.

Salam hangat,

Anne Hayes.

P.S : Aku juga mengirimkan kopi racikan ibuku. Harusnya tahan cukup lama. Kau tahu cara membuat kopi, ‘kan ? Kuharap ini cukup untukmu dan teman-temanmu.

---

Private Kall Erics berlari buru-buru menuju pasukannya. Sersan Kennedy Mayer berdiri didepan tenda sambil membetulkan tali sepatunya. Perkemahan itu amat ramai. Disibukkan oleh tentara yang lalu lalang. Setelah melapor pada Sersan Mayer, Kall segera mencari-cari kurir yang biasa membawakan surat.

---

Dear Anne,

Mungkin aku tak bisa lagi sering-sering mengirimu surat, kau tahu. Sebentar lagi kami akan mulai menyerbu ke daerah musuh ( kau tahu, distrik 65 ?). Tak usah cemas, aku baik-baik saja. Sesehat sapi yang siap di potong. Dan kuharap kau baik-baik saja.

Aku sangat berterima kasih dengan kopi yang kau kirimkan kemarin. Sersan Kennedy memujimu dan ibumu habis-habisan, begitu juga dengan prajurit yang lain. Mereka bilang aku beruntung ( entah apa maksud mereka ). Kopinya langsung habis begitu mencapai tenda kami. Omong-omong aku tidak tahu apa buatanku cukup enak. Tapi yang jelas, Sersan Kennedy berkata kopi ini jauh lebih enak dibanding kopi yang biasa kami minum ( aku curiga itu bukan kopi, tapi arang tumbuk ).

Sampaikan salamku pada ibumu dan rasa terima kasihku. Aku janji, begitu semua ini selesai, aku akan pulang.

Salam hangat,

Private Kall Eric.

---

Anne duduk di counter, tersenyum saat membaca surat dari Kall. Seorang gadis muda memasuki cafe. Anne menoleh dan melihat Mary Heart berjalan santai ke counter. Ia melemparkan senyum manis pada Pak Tua Henson yang duduk di dekat jendela sebelum berbicara pada Anne.

“Kenapa kau tersenyum-senyum ?” tanya Mary.

Pandangannya beralih ke surat yang masih di tangan Anne.

“Dari Kall ?” tanyanya lagi.

Anne mengangguk.

“Oh, aku tahu kau bahagia menerima surat dari suamimu,” kata Mary tersenyum menggodanya. “Apa dia baik-baik saja ?”

“Dia bukan suamiku ! Kami bahkan tidak pacaran !” kata Anne dengan wajah memerah. “Dan ya, dia baik-baik saja.”

Anne mengeluarkan pena dan kertas. Ia mulai menulis.

---

Dear Kall,

Aku senang mendengar kau baik-baik saja. Aku juga.

Aku ingin kau berhati-hati, Kall. Kemarin Mrs. Handerson ( yang punya kios ikan di pasar ) menjemput suaminyayang terluka parah di rumah sakit utama karena perang ini (kurasa kau pasti bertemu dengan Mr. Handerson di suatu tempat di sana ). Lalu kakak Heather yang juga ikut perang... kemarin keluarga Heather menerima surat yang mengatakan anak tertua mereka tewas di medan perang. Aku Cuma mengkhawatirkanmu, dengan semua kejadian itu apa kau benar baik-baik saja.

Aku senang bisa membantumu dengan kopi itu. Kau mau kukirimi lagi ? Tapi aku tak bisa mengirimnya saat ini. Ibu agak sakit-sakitan akhir-akhir ini.

Tapi aku tak mau membebani pikiranmu. Ibu akan baik-baik saja, kau tahu. Kuharap kau lebih berhati-hati lagi, Kall. Aku tahu tugasmu sebagai tentara tidaklah mudah. Kuharap ini segera berakhir dan kau akan pulang.

Salam hangat,

Anne Hayes.

---

Private Kall Eric merunduk, bersembunyi di parit yang digali untuk perlindungan mereka. Ia mencengkram erat senapannya, sementara peluru berdesingan di atas kepalanya. Keringat bercucuran, parit itu amat panas, dan ia tak sabar untuk melompat keluar dan menembaki tentara musuh.

“Eric ! Ambil mortar kita !” seru Sersan Kennedy di tengah desingan peluru.

“Yes, sir !!” Kall melompat dari parit dan berlari menembus desingan peluru. Nafasnya memburu.

Aku akan kembali...

---

Dear Anne,

Mungkin aku akan semakin jarang mengirimu suratku. Kau tahu, kami semakin dekat dengan wilayah musuh. Kopral Herrson meminta kami untuk mengirim surat kepada keluarga sebelum benar-benar terjun ke medan perang, karena mungkin aku tak bisa lagi mengirim surat padamu. Karena kau tahu, aku tak punya keluarga untuk dikirimi surat.

Aku sedih mendengar penyakit ibumu. Kuharap ia akan baik-baik saja.

Anne,

Begitu aku pulang nanti, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, setelah sekian lama persahabatan kita, aku akan mengatakan sesuatu.

Teruslah mengirimiku surat, Anne. Walau aku tak membalasnya, aku selalu menantikan surat darimu.

Salam hangat,

Private Kall Eric.

---

Anne Hayes menyandarkan kepalanya di atas meja. Ia cemas memikirkan kondisi Kall. Dan semakin lama, semakin banyak tentara yang berdatangan dari medan perang karena terluka. Mereka selalu datang ke cafe dan membicarakan kondisi peperangan yang semakin buruk.

“Anne, apa Kall baik-baik saja ?” tanya Sam, adik Anne.

“Dia baik-baik saja. Dia tidak ingin aku mencemaskannya,” jawab Anne.

“Kau akan membalas suratnya ?” tanya Sam lagi.

“Tentu saja.”

---

Dear Kall,

Aku baik-baik saja disini. Meski kau bilang jangan mencemaskanmu, aku tetap merasakan kecemasan itu.

Ibuku sudah mulai sehat, jadi kau tak usah khawatir.

Kall,

Aku akan tetap menyuratimu, meski kau tak bisa ( atau tak sempat ) membalasnya. Kuharap surat-surat ini bisa berguna bagimu ( apa mereka berguna ? ). Kami semua merindukanmu, kuharap kau cepat pulang, aku ngeri membayangkan betapa buruknya kondisi di perbatasan sekarang... Para tentara yang terluka di sini membicarakan keadaan yang semakin buruk.

Kall, aku akan terus menyuratimu.

Pastikan kau kembali, Kall.

Kami menantikanmu.

Salam hangat,

Anne Hayes.

---

Kall Eric melompati beberapa mayat yang berserakan. Ia menenteng sebuah mortar di tangannya, mendatangi Sersan Kennedy di lubang persembunyian.

---

Dear Kall,

Aku menepati janjiku untuk mengirimu surat. Kau senang kan ?

Aku tak tahu apa kau sempat membaca surat ini, tapi kuharap kau membacanya karena kau tahu, kami semua begitu merindukanmu.

Sekarang ibuku sudah sehat dan berjanji akan mengirimu kopi racikannya lagi begitu kondisinya sudah normal. Tak sabar menunggu balasan darimu, walau mungkin kau tidak akan membalas surat ini karena tak sempat.

Salam hangat,

Anne Hayes.

---

“TEMBAK !!!” teriak Sersan Kenndy.

BOOM!!

Mortar Kall memuntahkan pelurunya begitu menghantam pantat senjata itu.

“GO ! GO ! GO !” seru Sersan Kennedy. “Eric ! Berikan benda itu pada Velasquez! Ikuti aku !!” seru Sersan Kenndy.

Kall menyandang senapannya dan berlari mengikuti Sersan Kennedy.

---

Dear Kall,

Aku mengerti kau belum menerima suratku. Kau belum membalasnya, tapi tak masalah. Aku akan selalu menyemangatimu. Kukatakan saja, kami semua baik-baik saja di sini. Akhirnya Sam resmi pacaran dengan Mary ! Aku senang sekali. Kami semua menunggu kepulanganmu, jadi segeralah pulang.

Kalau kau mebaca surat ini, balaslah sebisamu.

Salam hangat,

Anne Hayes.

---

“SERSAN KENNEDY!!” seru Kall mengatasi desingan peluru. Ia membawa sebuah Grenade Launcher yang kehabisan peluru. Ia berlari ke sana kemari mencari Sersan Kennedy yang menghilang. “SERSAN KENNDY !!!” serunya lebih keras.

Matanya mencari-cari di tengah hiruk pikuk peperangan.

“Sialan !!” Kall melompati beberapa batu dan menemukan Sersan Kennedy, menyandar pada sebuah batu. Kall melihat rembesan darah di kaki kiri Sersan Kennedy.

“Anda baik-baik saja ?” tanya Kall. Ia melemparkan Grenade Launcher-nya dan berlutut di samping Sersan Kennedy.

“Tak masalah, Eric...” ia meringis kesakitan. “Cuma di tembus peluru...”

Kall menatap atasannya itu cemas.

“GRANAT !!!!”

Seruan itu membuat Kall dan Sersan Kennedy tersentak.

Ia hanya punya kurang dari empat detik untuk bereaksi...

BOOM!!!

---

Dear Kall,

Aku menyadari surat-suratku semakin pendek saja. Hahaha, rasanya lucu. Kuharap kau akan segera kembali. Semakin lama, cerita tentang medan perang itu semakin seram saja. Dua kali hari ini aku bergidik mendengar cerita-cerita yang berredar. Aku dengar kabar tentang satu peleton yang hancur di distrik 65, dan aku ingat, kau juga berada di distrik itu.

Ku harap baik-baik saja. Kau baik-baik saja, ‘kan ?

Maksudku, peleton yang mereka bicarakan itu bukan peletonmu, kan ? Kuharap aku salah dengar antara Distrik 65 dan Distrik 55.

Kall,

Aku menunggu surat balasan darimu.

Kami menunggu kepulangan.

Aku tak sabar mendengar apa yang ingin kau bicarakan setelah kau pulang itu. Kuharap itu memang layak di tunggu setelah sekian lama.

Jaga dirimu.

Salam hangat,

Anne Hayes.

---

Dua bulan yang lalu, tenda prajurit, Distrik 20.

Kall Eric masih menulis suratnya penuh semangat. Sementara Private Sean Kevinford memperhatikan temannya itu dengan penuh minat. Jujur saja, ia sendiri jarang mengirim surat pada keluarganya. Dan meski pun ia sudah menjelaskan pada Sean kalau ia tak punya orang tua atau pun saudara, ia selalu mengirim surat.

“Sebenarnya kau mengirim surat pada siapa, sih ?” tanya Sean hari itu.

Kall diam selama beberapa saat, memikirkan jawabannya.

“Aku mengirim surat kepada orang yang berharga bagiku,” jawab Kall melanjutkan kegiatannya.

“Pacar ?”

“Bukan !” wajah Kall memerah.

“Lalu ?”

“Orang yang berharga.”

“Calon pacar ?”

Wajah Kall memerah gila-gilaan.

Ia melanjutkan menulis suratnya. Kemudian mengambil sebuah amplop yang tebal, dan memasukkan surat itu. Lalu ia menyegelnya dengan lilin.

“Sean, kalau sesuatu yang buruk terjadi padaku, aku ingin kau mengirimkan surat ini begitu ada kesempatan,” kata Kall mengulurkan surat itu pada Sean.

“Hey, kau akan mengirimkan surat itu sendiri !” seru Sean.

Kall tersenyum lemah.

“Aku takut aku tak bisa,” kata Kall. “Kumohon... Cuma kau yang bisa kupercaya...”

Ragu-ragu, Sean mengambil surat itu dan mengantonginya.

“Baik. Tapi kalau aku bisa, lho...”

---

Dear Kall,

Kali ini aku tak akan ngomong panjang lebar, tapi aku ingin kau kembali dengan selamat tanpa kurang apa pun.

Aku merindukanmu...

Salam hangat,

Anne Hayes.

---

Sean Kevinford berdiri di depan cafe itu. Tangannya dibebat dengan perban besar, tergantung lemah di kain gendongan yang tergantung dibahunya. Ia memegang sebuah amplop coklat tebal. Dengan perlahan, ia memasuki cafe itu. Bel kecil berdenting saat ia membuka pintu, sementara cahaya mentari pagi menerobos masuk melalui jendela.

Lalu ia melihatnya. Di balik counter, seorang gadis muda duduk dengan secangkir teh di depannya. Wajahnya sederhana, tidak terlalu cantik dan tidak terlalu jelek. Rambutnya panjang berwarna coklat sementara matanya yang bulat berwarna biru gelap. Ada sesuatu yang menarik pada diri gadis ini.

Saat ia mendekati counter, gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap Sean penuh tanda tanya.

“Miss Anne Hayes ?” tanya Sean ragu-ragu.

“Ya ?” jawab gadis itu.

“Aku Private Sean Kevinford. Ada sesuatu yang harus kusampaikan pada anda...”

Gadis itu menatapnya penuh tanda tanya. Sean mengulurkan amplop di tangannya.

Gadis itu, Anne Hayes, membuka amplop itu perlahan dan membaca surat didalamnya. Tiba-tiba saja, ia berhenti. Surat itu terjatuh dan air mata mengalir di pipinya. Ia terhuyung mundur, menabrak cangkir teh yang kemudia pecah menghantam lantai.

Seorang wanita yang sudah agak tua, seorang pemuda, dan seorang lelaki yang sudah agak tua muncul dari ruang belakang.

“Anne ? Ada apa ?” tanya pemuda itu.

Anne tak menjawab. Air mata terus mengalir.

Sean menatap lantai, berusaha membendung air matanya sendiri yang nyaris tumpah.

“Maafkan aku, Miss...” bisik prajurit itu lirih.

Anne tak menjawab.

Ia bahkan tak tahu harus berkata apa.

---

Dear Anne,

Sebenarnya aku tidak tahu kenapa aku menulis surat ini. Maksudku, aku sudah berjanji padamu untuk pulang, tapi, well, kalau kau menerima surat ini, berarti aku sudah tiada. Yeah, mungkin ini terlalu lugas, tapi aku bukan penulis. Aku hanya seorang prajurit di tengah medan perang yang kacau ini. Dan berada di tempat ini tidak membuatku menjadi seorang sastrawan.

Anne,

Banyak hal yang belum kukatakan padamu. Bahkan aku masih ingat pertanyaan terakhirmu di peron stasiun kereta saat kau mengantarku untuk pergi berperang. Kau bertanya padaku,

“Untuk apa kau harus pergi berperang ?”

Saat itu, aku tak tahu harus mengatakan apa. Jujur saja, bahkan sampai sekarang aku tidak tahu alasannya. Aku tidak berperang demi tanah, kekuasaan, atau apa pun. Bahkan aku meragukan semua yang mereka katakan di pelatihan militer tentang berperang untuk negara. Yang kutahu, saat aku memasuki medan perang, aku hanya ingin memastikan bahwa kota itu akan tetap sama, tidak tersentuh oleh perang; Fred dengan sosisnya yang sebesar talang air, Martha dan roti buatannya yang cukup untuk memberi makan sepuluh orang pria kelaparan, dan kau dengan celemek rendamu yang berdiri di belakang counter cafe.

Anne,

Aku telah melihat banyak kematian di tempat ini, aku melihat wajah penuh kebencian setiap orang yang kubunuh. Dan kini semua itu menghantuiku bagai mimpi buruk. Berkali-kali kukatakan pada diriku sendiri bahwa inilah perang. Tempat di mana segala hal mengerikan terjadi.

Kau tahu Anne,

Bagiku, semua ingatan tentang kota itu, dan semuanya, sangat berharga. Jauh lebih berharga daripada ransum kualitas terbaik atau amunisi di saat terdesak. Oke, jangan tertawa. Tapi dua benda itu sangat berharga di sini. Ngomong-ngomong soal ransum, aku ingat saat di Distri 20 kami mendapat jatah ransum yang amat bagus, sementara saat di Distrik 35, kami harus puas dengan ransum jelek yang rasanya seperti sampah. Tidak enak sama sekali. Aku benci saat-saat seperti itu. Menyebalkan.

Tapi lupakan soal ransum itu. Ada hal lain yang lebih penting.

Anne,

Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Sebenarnya sudah lama, tapi, yah, kurasa aku tidak memiliki cukup keberanian untuk mengatakannya sebelum ini, yah... kurasa aku harus mengatakan bahwa aku mencintaimu.

Yeah.

Uhm... kuulangi.

Aku men---

Oh, aku tidak bisa menuliskannya lagi. Tapi, toh saat kau menerima surat ini aku sudah... yeah, menjadi masa lalu bagimu.

Sebenarnya Anne, banyak hal lain yang ingin kukatakan padamu, tapi saat aku mulai menuliskan ini, entah kenapa aku kehilangan kata-kataku. Aku tak dapat mengingat apa saja yang ingin kukatakan padamu. Tapi ada beberapa hal yang aku ingin kau lakukan untukku.

Anne,

Sampaikan terima kasihku pada semuanya. Pada semua yang telah menerimaku dengan tangan terbuka. Pada semua yang menyokongku saat aku goyah. Pada semua yang mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri saat aku terjatuh. Aku tidak memiliki keluarga di kota itu, tapi kalian menerimaku dan menjadikan anggota keluarga kalian. Aku tidak akan melupakan semua ini.

Dan yang paling utama, aku berterima kasih kepadamu, Anne. Terima kasih atas keberadaanmu di sampingku.

Kemudian Anne,

Sampaikan maafku pada semuanya. Kuharap kalian semua bersedia memaafkanku karena, well, aku hanya seorang bocah laki-laki konyol tanpa sopan santun. Aku tidak tahu berapa banyak kesalahanku ( dan kurasa sangat banyak ), tapi aku tulus mengucapkan permintaan maafku ini.

Terutama padamu, Anne. Aku minta maaf atas semua kesalahanku; dan aku minta maaf karena aku tak bisa membalas semua kebaikanmu selama ini.

Anne,

Tinggal satu lagi permintaan terakhir dariku. Setelah kau membaca surat ini, tutuplah. Aku tidak ingin kau menangisiku. Tidak, kau punya sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan daripada menangisi kematian seorang prajurit di medan perang ini, Anne. Saat kau menatap ke depan, aku tahu kau melihat masa depanmu. Semua terbentang luas, Anne. Catatan kehidupanku boleh saja berakhir di sini, tapi milikmu masih terbentang, Anne. Luas, menantimu untuk menulis diatasnya. Jangan biarkan aku jadi penghalangmu, Anne. Jangan biarkan aku membuatmu tak bisa menuliskan masa depanmu itu. Aku tahu, kau akan mengakhiri catatan kehidupanmu dengan baik. Aku yakin itu, Anne.

Well, kurasa tak ada lagi yang harus kukatakan padamu. Itu saja permintaan terakhirku. Dan sekali lagi, aku ingin kau mengetahuinya, Anne. Meski aku dan kau—kita—tahu sekarang sudah tidak ada gunanya...

Selamat tinggal, Anne.

Aku mencintaimu.

Selalu.

Sampai kapan pun.

Salam hangat,

Private Kall Eric.

THE END


A/N : Ini cerpen yang ditulis beberapa waktu yang lalu... semoga bisa menghibur... novelnya ditunggu aja yah...


Quote : "The only hope you have is to accept the fact that you're already that. The sooner you accept that, the sooner you'll be able to function as a soldier is supposed to function ; without mercy, without compassion, without remorse. All war depends upon it." -Captain Ronald Speirs "Band of Brothers"-