Jumat, 30 Oktober 2009

Chapter 5

CHAPTER 5
The Reason

Alasan kenapa Ken membenci rumahnya :
1. Orang tuanya.
2. Lumina Steall.
3. Todd Steall.
4. Ia merasa rumah itu lebih buruk dari tong sampah.

---

Ken melangkah keluar dari kamarnya. Ia melihat ayahnya terkapar di sofa ruang TV dengan sebotol bir murahan di tangan dan beberapa kaleng bir kosong bergelatakan di sekitarnya. Ken bahkan bisa mendengar ia mengorok begitu keras. Melihat ayahnya di sofa, Ken tahu Lumina sudah pulang hari ini dan berada di sapur menghabiskan dua botol sherry sebelum kembali ke kamarnya dan tidur sampai malam.

“Kau sudah mau pergi ke sekolah ?” tanya Lumina. Ia muncul dari dapur, mengenakan jubah tidur biru lusuh diatas baju tidurnya. Sebatang rokok terselip di bibirnya yang dilapisi lipstik merah.

Siapa pun yang melihat Lumina pasti akan mengakui kalau ia adalah wanita yang cantik dan menarik. Hanya saja sikapnya sehari-hari akan membuat orang berpikir dua kali.

“Belum. Aku mau membuat sarapan untuk Angel,” kata Ken. Ia masuk ke dapur. Sesaat ia mengira Lumina akan keluar dari tempat itu, tapi ternyata tidak. Lumina malah duduk di kursi dapur, menuang lebih banyak lagi sherry ke dalam gelasnya yang sudah kosong.

“Kau terlalu memanjakan anak itu,” kata Lumina. “Kau bisa jadi seperti ini karena tidak pernah kumanja.”

“Bukan tidak pernah kau manja, tapi tak pernah kau urusi,” koreksi Ken dengan nada dingin. Lumina terkekeh.

“Yang penting kau hidup, ‘kan ? Seharusnya kau berterima kasih padaku,” kata Lumina menenggak sherry-nya tanpa ragu-ragu.

“Yeah, terima kasih banyak karena sudah memberiku kehidupan yang kacau,” kata Ken penuh sarkasme. Tapi sepertinya Lumina tak peduli pada Ken yang sejujurnya mulai marah, meski ia terlihat amat tenang dengan sikapnya. Kehidupan Ken selama ini telah membuatnya belajar untuk tidak terlalu menunjukkan emosinya secara terang-terangan. Hanya saja, saat semua menyangkut Angel, ia bisa langsung meledak. Ia berusaha menekan emosinya.

Lumina hanya mengangkat bahu tak peduli, ia kembali menikmati sherry-nya sementara Ken membuat sarapan dalam diam.

---

Samantha tak heran saat melihat wajah Ken yang tampak begitu tenang saat ia muncul di kelas Bahasa Prancis. Samantha tahu Ken sedang menyembunyikan perasaannya. Mungkin banyak orang yang cuma melihat Ken dalam ekspresi tenang, mungkin terkadang agak marah. Tapi Samantha mampu melihat lebih dari itu. Dia tahu saat Ken tampil dengan wajah tenang, ada banyak hal mengganggu pikirannya. Dan Samantha memutuskan untuk tidak mengusik semua itu.

Mademoiselle Clarisse terus mengoceh di depan kelas dalam Bahasa Prancis yang fasih, tampaknya menceritakan ulang kisah Beauty and the Beast dalam Bahasa Prancis.

“Ada yang mengganggu anda, Mademoiselle Hayes ?” tanya Mademoiselle Clarisse.

Samantha menyadari ia memperhatikan Ken lekat-lekat. Kini seluruh mata di kelas itu menatapnya.

“Tidak. Tidak apa-apa…” gumam Samantha. Ia sendiri kaget saat melihat Ken menyadari ia memandangnya begitu lekat. Tak lama kemudian, pelajaran dilanjutkan kembali.

Tiba-tiba secarik kertas mendarat mulus di mejanya. Samantha menunduk membaca tulisan di kertas itu.


Apa yang kau perhatikan ? Ada sesuatu di wajahku ?

-Ken-


Samantha menoleh, melihat Ken yang duduk di sebelah kirinya sibuk menulis catatan Bahasa Prancisnya.

Kau ini bodoh, ya ? Untuk apa aku memperhatikan wajahmu ? Aku melihat keluar jendela !

-Sam-

Ia bohong. Ia memang memperhatikan wajah Ken, berusaha menerka-nerka apa isi kepalanya.
Samantha melemparkan kertas itu dengan hati-hati ke meja Ken. Ken mendongak dan membaca kertas itu, ia tersenyum dan menuliskan sesuatu. Tak lama, kertas itu kembali mendarat di meja Samantha.


Jangan bohong. Aku tahu kau memperhatikannya. Sekarang kutanya ada sesuatu di wajahku ?

-Ken-

Samantha menghela nafas.

Tidak. Tidak ada apa-apa.

-Sam-

Samantha melemparkan kertas itu pada Ken. Tapi sebelum Ken sempat membacanya, Rush sudah bertindak lebih dulu. Ia menyambar dan merebut kertas itu dari Ken dan menulis sesuatu.

Tak bisakah kalian mulai memperhatikan wanita tua yang terus berbicara dalam bahasa yang tak jelas ini ? Dia sudah mulai melihat ke sini. Aku tak mau dia tahu aku membaca majalah dibawah buku Bahasa Prancisku. Hey, tunggu… apa maksudnya dengan liat-liatan wajah ini ? Kalian tidak…


Rush tak pernah menyelesaikan tulisannya itu karena Ken sudah merebut kertas itu sebelum Rush sempat menuntaskan kata-katanya. Ia membaca kertas itu sejenak lalu meremuknya dan memasukkannya ke dalam saku.

Ken tersenyum ke arah Samantha dan menggeleng. Samantha tersenyum sedikit dan kembali menatap buku Bahasa Prancisnya.

---

“Oy, apa maksud surat-suratan tadi ? Lihat-lihatan wajah ? Kalian ngomongin apa sih ?!” tanya Rush tak sabar.

“Rush…” Ken berusaha menghentikan Rush.

“… Oh, ya, aku tahu… kalian pasti ngomongin aku yang lagi baca majalah ‘kan ? Ya ‘kan ? Ken ? Sam ?” lanjut Rush lagi.

“Rush…”

“Oh tidak. Bukan, bukan gitu. Kalian merencanakan penaklukan dunia ? Tidak, tidak mungkin. Kalian mungkin ingin menyebarkan foto memalukanku saat natal tahun lalu…”

“Rush…!! Dengar, kami tidak membicarakanmu. Jelas ?” kata Samantha.

“Oh…” Rush mengangguk, menghela nafas lega.

“Kau kenapa sih ? Makan kaus kaki ?” tanya Ken heran melihat sikap Rush yang tak normal.

“Tidak, tidak. Laura datang lagi. Kali ini menginap,” bisik Rush. Ken dan Samantha mengangguk penuh pengertian, menepuk punggung Rush.

Rush masih belum tenang.

“Mr. Steall…” kata sebuah suara penuh wibawa dari belakang Ken. Ken sudah bisa menebak siapa yang berbicara itu. Ia berbalik, sama sekali tak terkejut saat melihat Miss Houston berdiri berkacak pinggang.

“Ya ?” tanya Ken.
“Mengenai karanganmu…”

“Sudah kuselesaikan, Miss. Bisa kau lihat di mejamu…”

Miss Houston mengangguk, tapi tidak tersenyum.

“Bagus. Mr. Steall, ingat, aku benci anak yang suka menentang gurunya.”

Ken tak berkomentar apa-apa. Ia langsung berbalik dan menyusul Samantha dan Rush yang sudah berjalan lebih dulu. Kadang ia selalu berpikir kenapa guru Bahasa Inggrisnya ini terlalu menyebalkan.

---

Ken menatap makan siangnya. Pizza. Dan chili. Dengan jagung.

“Ugh, lihat sampah ini. Siapa yang mau memakannya ?” seru Rush jijik. “Hey, pizza-nya enak…”

Ken dan Samantha bertukar pandang geli melihat Rush.

“Jadi bagaimana kabar Angel ?” tanya Samantha.

“Uh, well, dia baik-baik saja. Kau tahu ia semakin pintar menggambar,” kata Ken. “Aku minta maaf, Sam. Tapi aku tak bisa kerumahmu malam Jum’at ini. Kau tahu tak ada yang menjaga Angel di rumah.”

“Ken, kau selalu menolak ke rumahku. Padahal ibuku ingin sekali melihatmu…” kata Sam.

“Bahkan Rush sudah ratusan kali ke sana.”

Ken menghela nafas.

“Aku tak bisa meninggalkan Angel seorang diri di rumah. Kau tahu bagaimana Todd dan Lumina…”

“Begini saja, bawa Angel bersamamu. Kau bisa menitipkannya pada ibuku sementara kita menonton Saving Private Ryan di ruang santaiku. Bagaimana ?”

“Sam, itu akan sangat merepotkan…”

“Tak apa Ken. Ibuku seorang pelukis. Banyak hal yang bisa dilakukannya dengan adikmu. Dia akan senang sekali jika ada gadis kecil yang jago gambar datang ke rumahnya.”

Ken berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan. Akhirnya ia mengangguk dan Sam tersenyum riang.

---

Todd Steall terkapar di sofa. Tidur sambil mengorok keras. Ken terkejut saat melihat ia tidak memegang botol atau pun kaleng bir. Tidak menghirAkuan Todd, Ken masuk ke kamar Angel dan langsung duduk di sampingnya. Angel menoleh sedikit sebelum kembali menatap keluar jendela.

“Samantha mengajakku ke rumahnya malam Sabtu besok,” kata Ken. Angel menoleh dengan tampang sedih. Itu berarti ia akan ditinggal sendiri. Ken tahu kebiasaan ibunya membawa beberapa temannya sesame pekerja di bar ke rumah untuk main kartu dan minum-minum. Ken tidak akan membiarkan Angel sendirian saat teman-teman Lumina datang. “Dia mengajakmu untuk ikut juga,” lanjut Ken.

Angel tersenyum cerah dan memeluk Ken dengan penuh rasa sayang. Ken balas memeluknya. Jadi, suara sudah bulat. Mereka akan pergi.

---

“Hey ! Kau pikir kau mau kemana ?” seru Todd melihat Ken menggandeng Angel keluar dari kamarnya.

“Ini Jum’at malam,” jawab Ken.

“Lalu apa ?! Kau tidak bisa pergi begitu saja ! Lebih baik kau pergi membeli pizza untukku !!” perintah Todd.

“Aku bukan budakmu. Kau bisa pergi sendiri,” kata Ken. Ia memakaikan jaket pada Angel dan mendorongnya keluar dari pintu. “Kalau kau tetap mau pizza, ada sisa makan malam kemarin di dapur. Kau tahu, aku tidak punya begotu banyak uang untuk membelikanmu sekotak pizza ukuran besar untukmu sendiri. Aku ke rumah Sam,” kata Ken menutup pintu apartemen di belakangnya.

Ia menggandeng Angel dalam diam. Angel menoleh melihat wajah Ken dengan tatapan sedih. Ia tahu Ken sangat marah. Ia sendiri tidak menyukai Todd dan Lumina. Mereka tak pernah menyayanginya. Bagi Angel, yang ada Cuma Ken. Cuma Ken yang benar-benar di sayanginya. Ia juga menyukai teman-teman Ken yang baik, tapi ia tidak bisa menyayangi mereka melebihi sayangnya pada Ken. Angel akan melakukan apa pun agar Ken bahagia, karena ia tahu Ken akan melakukan apa pun agar Angel bahagia.

Akhirnya mereka sampai di rumah Sam. Sebuah rumah yang besar dengan taman, tempat mandi burung dan jam matahari.

“Kenneth !” sebuah suara wanita membuat Ken menoleh. Ia melihat seorang wanita kurus dengan rambut coklat dan mata yang familier. Usianya sekitar empat puluhan. Ken segera mengenalinya sebagai Mrs. Hayes, ibu Samantha. Mereka memiliki mata yang sama, meski Samantha memasang eyeliner tebal dan mascara yang membuat kesan di matanya.

“Mrs. Hayes…” kata Ken langsung menghampiri wanita itu. Angel mengekor di belakangnya.

“Akhirnya kita bertemu secara langsung. Dan ini pasti Angel…” kata Mrs. Hayes menatap Angel yang masih menggandeng tangan Ken. Angel menyembunyikan dirinya dibalik kaki Ken. “Jangan takut. Ayo masuk, Ken…”

Mrs. Hayes mengulurkan tangannya, menggandeng Angel sementara Ken membuntuti dibelakangnya.

---

Alasan terakhir Ken membenci rumahnya :
Ia tidak akan pernah menemukan keluarganya menyambut teman-temannya dengan hangat.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar