Kamis, 13 Agustus 2009

curhat penulis

Posting ini gak ada hubungannya dengan cerita. Cuma penulis yang kurang kerjaan pengen menyampaikan sesuatu....

Sorry ya... Hits Counter-nya baru di pasang... lupa sih...
Yah... gitu deh... Buat yang mau baca keseluruhan chapter, silahkan klik di arsip bulan Juni... saya harap di baca dari awal biar ngerti.
Kepada oknum-oknum yang memasang foto yang ada 'saya'-nya, tolong, tolong dengan sangat ditarik lagi tuh foto. Soalnya sayanya kelihatan jelek banget...
ngg... terus... buat best friend saya yang berinisial R. G. Sy. B... tolong kasih kritikan yang bagus ya.... saya perlu banget. Kirim aja ke e-mail. Atw lewat sms.
Buat N. A. C ( yang temen saya juga... ) blog-nya keren.
Trus buat N. N ( temen saya juga... ) blog-nya bagus. Abis baca saya sakit kepala dengan mata berkunang-kunang ( serius. ditambah muntah-muntah dan sakit perut secara berkala).
Oke, ini behind the scene-nya "It's All About You And Me"

Shirako : "Aku buat blog..."
Temen ( anggap namanya X ) : "Oh, trus ?"
Shirako : "di cek, ya..."
X : "sip... apa alamatnya ?"
Shirako : ( dengan kecepatan tinggi ) "takamotoshirako.blogspot.com"
X : ( bingung ) "Hah ? apaan ? ajino**to.blogspot.com ? Blog buat resep makanan ya ?"
Shirako : "...."

Jumat, 07 Agustus 2009

Samantha Hayes



Samantha Hayes

Panggilan : Sam

Usia : Seumuran dengan Ken.

Keterangan :

Teman akrabnya Ken. Iya, ngerti... gambarku masih belum seimbang. Tapi tetap tinggalin komentar ya ????

Dia pendiam ( tapi nggak juga ), dia merasa dirinya paling normal diantara mereka bertiga ( tapi nggak juga ) dan dia yang paling cantik di antara mereka bertiga ( ya, iyalah.... dia 'kan satu-satunya cewek ! )

A / N : Ayo... coba tebak.... mirip siapa nih ? Mirip Shirako nggak ??? ^_^*Ditimpukin rame-rame*

Chapter 3

CHAPTER 3
The Girl Knows Him Better

Samantha Hayes keluar dari rumahnya, melihat ke langit yang kelabu. Ia mulai menggerutu kesal.

“Mom, aku pergi…” kata Samantha meninggalkan rumahnya. Mrs. Hayes keluar dari kamarnya melihat Samantha keluar.

“Sayang… kau tidak membawa payung ? Langit mendung di luar…” kata Mrs. Hayes cemas. Ia menunjuk tempat payung di sudut ruangan yang berisi berbagai jenis payung. “Atau kau lebih memilih mantel hujan ? Kau tahu aku tak ingin kau sakit atau apa…”

“Mom, aku baik-baik saja…” kata Samantha. Ia mengenakan jaket hitamnya dan berjalan keluar dari rumah. Terkadang ia merasa kesulitan dengan ibunya yang terlalu perhatian ini.


***


Sementara di tempat lain, Anne Highs menyantap sarapannya dengan nikmat di depan TV kecil di ruang makan, sementara ayahnya membaca Koran dengan secangkir kopi di depannya. Mrs. Highs sibuk memasak waffle untuk Mr. Highs.

“Sayang, jangan membaca Koran di meja makan…” kata Mrs. Highs.

Mr. Highs menurunkan korannya dan mulai menyesap kopi hangat. Ia tersenyum saat merasakan kopi itu di lidahnya.

“Rasanya enak, sayang…” ia berkata pada istrinya. Mrs. Highs tersenyum senang, sementara Anne bahagia membayangkan betapa bahagianya orang tuanya. Ia pun pergi dengan senyum di wajahnya.


***


Rumah keluarga Marshall.

Rush bangun jauh lebih cepat daripada yang diperkirakannya. Ia duduk di meja makan, menyantap sandwich-nya dalam diam sementara ibunya masih asyik menonton TV sambil melahap sekantong besar keripik kentang. Sesekali, Rush bisa mendengar ibunya terkekeh dan mengomentari tiap kata yang diucapkan oleh penyiar berita di TV.

“Rush… pastikan kau pulang lebih cepat hari ini. Laura akan datang untuk makan malam. Aku tak tahan jika harus menghadapinya semalaman di meja makan,” kata Miss Marshall pada Rush yang sudah menyambar ranselnya.

“Kau bercanda ?” tanya Rush.

“Aku serius, Rush. Oke, kau boleh mengajak siapa pun untuk ikut makan malam. Aku akan lebih lega kalau ada orang lain yang ikut makan malam. Paling tidak itu bisa mencegahnya bicara terlalu jauh.”

“Ken dan Sam tidak akan mau…”

“Paksa mereka. Oh, sampaikan salamku pada Ken !” seru Miss Marshall saat Rush sudah melesat keluar dari rumah.

***

Ken membuat sandwich-nya sendiri, membungkusnya dengan tissue dan memakannya sambil berjalan ke halte bus setelah mengucapkan salam pada Angel yang masih tidur.

***

Mereka duduk mengelompok di perpustakaan. Seperti biasa, Samantha dengan hidung tenggelam dalam buku; Ken duduk dengan laptop terbuka di pangkuannya, sibuk mengetik sesuatu; sementara Rush duduk diatas meja, sibuk menceritakan pengalamannya selama bolos sekolah dengan suara rendah.

“Dan kau tahu ? Aku berteriak padanya kalau bajunya lebih cocok di pakai si nenek daripada dirinya !!” kemudian Rush menertawakan leluconnya sendiri. Ken tersenyum menanggapinya sementara Samantha memperhatikan suasana di sekitar mereka dan kembali membenamkan wajahnya di balik buku karena saat ini beberapa pasang mata menatap mereka dengan pandangan terganggu.

“Rush…” desis Samantha penuh peringatan. Rush Cuma menatapnya sejenak sebelum mengangkat bahu dan melirik ke layar laptop Ken.

Ken menatapnya kesal, berusaha menutupi layar laptopnya. Rush terkekeh melihat sekilas apa yang di tulisnya.

“Masih tergila-gila pada adikmu, hah Ken ?” tanya Rush nyengir.

“Diam, Rush. Aku tidak tergila-gila pada Angel,” kata Ken.

“U-huh ? Tapi kau menulis semua tentang dirinya di laptop-mu itu,” kata Rush. “Dan kau memukuli beberapa orang karena mengganggu Angel.”

“Angel memerlukan perlindunganku, Rush. Dia anak yang serapuh kaca.”

Rush tersedak menahan tawa.

“Kau berbicara seperti tokoh novel abad pertengahan…”

“Rush, kau mengalihkan pembicaraan,” kata Ken.

Rush mengangkat bahu.

***

“Rumahmu ?” tanya Samantha tak percaya.

“Ayolah, man…” bujuk Rush.

“Dan woman…” tambah Samantha.

“Terserahlah. Aku tak akan tahan menghadapi Laura berdua saja dengan ibuku…” kata Rush. “Please…?”

Ken menggeleng.

“Hari ini Jum’at, Todd dan Lumina keluar semalaman. Todd pergi ke bar, Lumina pergi entah kemana. Aku tidak bisa meninggalkan Angel sendiri di rumah.”

“Samantha ?” tanya Rush penuh harap.

Samantha mengangkat bahu sambil berkata, “Terserah.” Rush tersenyum bahagia.

“Trims, Sam. Bolehkah aku mengatakan I love you ?” tanya Rush nyengir.

“Ha-ha. Lucu sekali, Rush.”

Ken tak bisa berkomentar apa-apa pada dua temannya yang kini mulai bertengkar. Ia Cuma tersenyum sambil terus mengikuti kedua orang itu dari belakang.

***

Ken berjalan pulang dalam diam, melintasi lorong-lorong sempit di antara pertokoan. Saat itulah matanya menangkap satu sosok yang akrab. Anne Highs berjalan berkeliling, melihat-lihat pajangan di etalase toko. Ken menghampirinya.

“Hey,” sapa Ken.

“Hai,” balas Anne. “Syukurlah kau di sini. Aku tersesat saat akan pulang dari department store di sana. Kau bisa tunjukkan jalan ?”

“Tentu, dimana rumahmu ?” tanya Ken.

Anne menjelaskan dimana rumahnya sementara Ken mendengarkan dan memberi petunjuk. Tapi, belum sempat ia menyelesaikan penjelsannya, hujan deras turun membasahi mereka. Anne merogoh tasnya, menyadari ia lupa membawa payung. Ken otomatis melindungi ranselnya dari hujan dan memasang parasut untuk melindungi tas dari air.

“Mau berteduh di rumahku dulu ?” tanya Ken. “Rumahku tak jauh dari sini.”

“Boleh saja,” sahut Anne diantara derasnya suara hujan.

Mereka berlari, Ken memandu jalan, berbelok beberapa kali di jalan-jalan sempit. Anne mengikutinya dalam diam. Hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah gedung apartemen bobrok. Ken menaiki tangga menuju lantai dua dan membuka pintu.

“Angel ? Aku pulang,” kata Ken.

“Angel ?” tanya Anne.

“Adikku,” Ken segera pergi ke dapur. Dapur itu kosong, Todd sudah pergi. Ken mengajak Anne ke dapur, memberikan handuk dan membuatkan teh untuk Anne.

Saat itulah Angel keluar dari kamar, melihat siapa yang datang. Ia terkejut melihat Anne yang duduk di kursi dapur sementara Ken tengah mengeringkan rambutnya sendiri. Angel langsung mendatangi Ken, mencengkram ujung baju Ken. Anne memperhatikan semua itu. Ia turun dari kursi dan menghampiri Angel, berjongkok agar mereka berdua sama tingginya ( atau Angel sedikit lebih tinggi, tapi terserahlah…).

“Hai. Namamu Angel ?” tanya Anne.

Angel makin bersembunyi di balik kaus Ken.

“Ange, ini temanku, Anne Highs,” kata Ken memperkenalkan Anne.

Angel mengangguk. Kemudian ia berbalik dan pergi ke kamarnya sendiri. Anne menatapnya penuh tanda tanya.

“Anak yang manis,” gumam Anne.

Ken menatapnya sejenak. Dalam hati, ia setuju pada kata-kata Anne. Angel aadalah gadis paling manis sedunia, paling tidak itu menurut Ken. Anne menyesap tehnya dalam diam. Ia menatap berkeliling, memperhatikan tiap sudut dapur ini. Dapur itu tampak kumuh dan sempit. Meski Anne melihat bahwa setiap benda disusun dengan rapi.

“Jadi dimana ibumu ?” tanya Anne berusaha membuka percakapan.

“Maksudmu Lumina ? Dia pergi,” jawab Ken. Dia pergi bekerja di bar dan baru akan pulang besok, imbuh Ken dalam hati.

Anne tak berkomentar apa-apa mendengar cara Ken membicarakan ibunya. Mungkin hubungan mereka tak begitu mulus… pikir Anne. Ia diam sejenak, memperhatikan keluar jendela, berharap hujan segera berhenti. Kesunyian mengembang di udara membuat Anne merasa harus membuka percakapan dengan Ken.

“Jadi rumahmu selalu seperti ini ? Maksudku sepi ?” tanya Anne. “Apa di siang hari kau selalu berdua saja dengan adikmu ?”

Ken memandang Anne sekilas sebelum menjawab,

“Yah, sejenis itu. Biasanya Todd ada di dapur sepanjang hari, tidur.”

“Todd ?” Anne tak mengerti.

“Ayahku, atau kalau masih bisa disebut seperti itu.”

Anne mulai memahami sedikit persoalan di rumah ini. Hubungan antara Ken dan orang tuanya sama sekali tidak baik. Hanya saja ia merasa ingin tahu apa masalah sebenarnya. Tapi ia terlalu takut untuk bertanya langsung pada Ken. Rasanya tak sopan begitu saja mencari tahu urusan pribadi orang lain. Anne kembali teringat gadis kecil itu, Angel… ia tahu Ken begitu menyayangi Angel, sifat Ken yang begitu melindungi Angel dan sikap Angel padanya. Anne tahu hubungan antara kakak beradik itu jauh lebih mulus dari pada hubungan Ken dan ibunya. Bukan, bukan hanya mulus, tapi mereka berdua tak pernah bertengkar, karena Ken begitu melindungi Angel; dan di sisi lain, Angel adalah gadis yang penurut dan tak banyak membantah.

Anne tersentak saat Angel kembali memasuki dapur dengan sebuah kertas gambar di tangannya. Ia langsung menghampiri Anne dan menyodorkan kertas itu. Anne menatapnya sejenak, kemudian memandang Ken. Ken memberi anggukan setuju dan Anne mengambil kertas itu. Ia melihat isinya, terbelalak kagum saat melihatnya. Itu adalah sebuah gambar, replika sempurna dari pemandangan lorong kumuh di luar apartemen bobrok itu yang dilihat Angel dari jendela kamarnya.

“Trims, Angel. Jadi apa judulnya ?” tanya Anne menatap wajah Angel yang tersenyum melihat Anne senang dan kagum. Anne tanpa ragu mengakui senyum Angel bagaikan senyum malaikat. Sekarang ia tahu kenapa Ken begitu menyayangi Angel.

Angel tak menjawab. Ia malah berbalik dan masuk kembali ke kamarnya. Anne menatap Ken penuh tanda tanya.

“Dia tidak pernah bicara sejak dua tahun yang lalu,” kata Ken.

“Oh,” gumam Anne. Sekarang ia mulai memahami ekspresi sedih yang terkadang muncul dimata Ken saat ia menatap Angel.

Sekali lagi Anne menatap keluar jendela, menyadari hujan sudah mulai mereda, hanya tersisa titik-titik gerimis.

“Sebaiknya aku pulang sekarang,” kata Anne bangkit dari kursinya.

“Mau kuantar ?” tanya Ken.

“Tidak usah, ‘kan tadi kau sudah menjelaskan jalannya padaku. Aku masih ingat, kok. Lagipula kasihan Angel ditinggalkan sendirian di sini. Aku titip salam buatnya, ya.”

Ken mengantar Anne sampai pintu depan.

“Trims Ken, buat tehnya dan sampaikan terima kasihku pada Angel untuk gambarnya. Bagus sekali.”

Setelah itu Anne berjalan menjauh. Ken terus mengawasi hingga ia menghilang di tikungan menuju jalan utama. Ken masuk kembali ke apartemen.

***

Angel duduk di kamarnya. Hatinya benar-benar gembira saat melihat ekspresi bahagia di wajah Anne tadi. Dia merasa senang ada orang lain yang menyenangi karyanya. Ken selalu memuji semua yang dilakukannya, dan menegurnya dengan lembut jika melakukan sesuatu yang buruk. Tapi untunglah hal itu jarang terjadi karena Angel selalu berusaha membuat kakaknya bahagia.
Angel menoleh saat melihat Ken memasuki kamarnya.

“Kau memberikan gambar itu pada Anne. Apa kau menyukainya ?” tanya Ken. Ia tak pernah melihat Angel memberikan gambar begitu saja pada orang lain.

Angel mengangguk. Ia mengeluarkan satu gambar lagi dari balik bantalnya dan menunjukkannya pada Ken.

Gambar seorang gadis berdiri menggandeng tangan seorang cowok yang dikenali Ken sebagai dirinya.

Hanya saja Angel belum menggambar wajah gadis itu. Ken menunjuk gambar si gadis dan bertanya pada Angel,

“Ini siapa ?” tanya Ken.

Angel tersenyum jail, ia mengambil lagi gambar itu dari Ken, menggulungnya dan menyimpannya di sudut kamar. Sama sekali tak menjawab pertanyaan Ken. Ken Cuma tersenyum mengangkat bahu dan mengacak rambut Angel sebelum kembali lagi kekamarnya.
Disana ia kembali membuka laptopnya dan mulai mengetik.


A/N : Maaf kalau banyak salah eja di sana-sini. Saya nggak sempat ngecek nih... kalau ada yang salah eja, tolong kasih tau. Akan segera di perbaiki...